Rabu, 14 Desember 2011

“Bocah Misterius” (Renungan dibulan puasa)




Bocah itu menjadi pembicaraan dikampung Ketapang. Sudah tiga hari ini ia
mondar-mandir keliling kampung. Ia menggoda anak-anak sebayanya, 
menggoda anak-anak remaja diatasnya, dan bahkan orang-orang tua. Hal ini
bagi orang kampung sungguh menyebalkan. Yah, bagaimana tidak 
menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana kemari sambil 
tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak coklat menyala. 
Sementara tangan kirinya memegang es kelapa,
lengkap dengan tetesan air 
dan butiran-butiran es yang melekat diplastik es tersebut. 


Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila orang-orang kampung 
melihatnya bukan pada bulan puasa! Tapi ini justru terjadi ditengah 
hari pada bulan puasa! Bulan ketika banyak orang sedang menahan lapar 
dan haus. Es kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang yang 
melihatnya. Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa, karena 
kebetulan selama tiga hari semenjak bocah itu ada, matahari dikampung 
itu lebih terik dari biasanya. 

Luqman mendapat laporan dari orang-orang kampong mengenai bocah itu. 
Mereka tidak berani melarang bocah kecil itu menyodor-nyodorkan dan 
memperagakan bagaimana dengan nikmatnya ia mencicipi es kelapa dan roti 
isi daging tersebut. Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu 
kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan. Setiap dilarang,
bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang 
menyeramkan. Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya. Luqman 
memutuskan akan menunggu kehadiran bocah itu. Kata orang kampung, 
belakangan ini, setiap bakda zuhur, anak itu akan muncul secara 
misterius. Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan
hari-hari kemarin dan akan muncul pula dengan es kelapa dan roti isi 
daging yang sama juga! Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu datang 
lagi. Benar, ia menari-nari dengan menyeruput es kelapa itu. Tingkah 
bocah itu jelas membuat orang lain menelan ludah, tanda ingin meminum es
itu juga. Luqman pun lalu menegurnya.. Cuma,ya itu tadi,bukannya 
takut, bocah itu malah mendelik hebat dan melotot, seakan-akan matanya 
akan keluar. “Bismillah.. .” ucap Luqman dengan kembali mencengkeram 
lengan bocah itu. Ia kuatkan mentalnya. Ia berpikir,kalau memang bocah 
itu bocah jadi-jadian, ia akan korek keterangan apa maksud semua ini. 
Kalau memang bocah itu “bocah beneran” pun, ia juga akan cari 
keterangan, siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu. Mendengar 
ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan 
Luqman. Luqman pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah 
itu, dan membawanya ke rumah. Gerakan Luqman diikuti dengan tatapan 
penuh tanda tanya dari orang-orang yang melihatnya. “Ada apa Tuan 
melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini? 
Bukankah ini kepunyaan saya?” tanya bocah itu sesampainya di rumah 
Luqman, seakan-akan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang kelakuannya.
Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman. “Maaf ya, itu karena
kamu melakukannya dibulan puasa,” jawab Luqman dengan halus,”apalagi 
kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa? Kamu bukannya ikut 
menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan tingkahmu 
itu..” Sebenarnya Luqman masih akan mengeluarkan uneg-unegnya, 
mengomeli anak itu. Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman 
selesai. Ia menatap Luqman lebih tajam lagi. “Itu kan yang kalian 
lakukan juga kepada kami semua! Bukankah kalian yang lebih sering 
melakukan hal ini ketimbang saya..?! Kalian selalu mempertontonkan 
kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan pada sebelas bulan 
diluar bulan puasa? Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami 
yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan 
kami? Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang 
sedang menangis? Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila 
sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang 
mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal..?! Bukankah juga di
bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan 
lapar dan haus? Ketika bedug maghrib bertalu, ketika azan maghrib 
terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian…!?” Bocah itu terus 
saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Luqman untuk menyela. 
Tiba-tiba suara bocah itu berubah. Kalau tadinya ia berkata begitu tegas
dan terdengar “sangat” menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba. 
“Ketahuilah Tuan.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa 
berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tak ada 
makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang 
siang saja. Dan ketahuilah juga, justru Tuan dan orang-orang di 
sekeliling Tuan lah yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang 
luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan ‘Idul 
Fithri? Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam 
mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa 
ada, lantas kalian menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan 
‘Idul Fithri? Tuan.., sebelas bulan kalian semua tertawa di saat kami 
menangis, bahkan pada bulan Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang 
seadanya pula. Tuan.., kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang
menggoda kami, dua belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan 
ramadhan ini. Apa yang telah saya lakukan adalah yang kalian lakukan 
juga terhadap orang-orang kecil seperti kami…! Tuan.., sadarkah Tuan 
akan ketidak abadian harta? Lalu kenapakah kalian masih saja mendekap 
harta secara berlebih? Tuan.., sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan
orang-orang sekeliling Tuan tertawa sepanjang masa dan melupakan kami 
yang semestinya diingat? Bahkan, berlebihannya Tuan dan orang-orang di
sekeliling Tuan bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa 
dan maksiat.. Tahukah Tuan akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa? 
Tuan.., jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi. Tuan…, 
jangan merasa perut kan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan 
‘tuk setahun, jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu 
dengan bumi kelak….” Wuahh…, entahlah apa yang ada di kepala dan 
hati Luqman. Kalimat demi kalimat meluncur deras dari mulut bocah kecil 
itu tanpa bisa dihentikan. Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah 
tersebut adalah benar adanya! Hal ini menambah keyakinan Luqman, bahwa
bocah ini bukanlah bocah sembarangan. Setelah berkata pedas dan tajam
seperti itu, bocah itu pergi begitu saja meninggalkan Luqman yang 
dibuatnya terbengong-bengong. 

Di kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi. 
Begitu sadar, Luqman berlari mengejar ke luar rumah hingga ke tepian 
jalan raya kampung Ketapang. Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang 
bisa dilihatnya, tapi ia tidak menemukan bocah itu. Di tengah deru 
nafasnya yang memburu, ia tanya semua orang di ujung jalan, tapi 
semuanya menggeleng bingung. Bahkan, orang-orang yang menunggu penasaran
didepan rumahnya pun mengaku tidak melihat bocah itu keluar dari rumah 
Luqman! Bocah itu benar-benar misterius! Dan sekarang ia malah 
menghilang! Luqman tidak mau main-main. Segera ia putar langkah, 
balik ke rumah. Ia ambil sajadah, sujud dan bersyukur. Meski peristiwa 
tadi irrasional, tidak masuk akal, tapi ia mau meyakini bagian yang 
masuk akal saja. Bahwa memang betul adanya apa yang dikatakan bocah 
misterius tadi. Bocah tadi memberikan pelajaran yang berharga, betapa 
kita sering melupakan orang yang seharusnya kita ingat.. Yaitu mereka 
yang tidak berpakaian, mereka yang kelaparan, dan mereka yang tidak 
memiliki penghidupan yang layak. Bocah tadi juga memberikan Luqman 
pelajaran bahwa seharusnya mereka yang sedang berada diatas, yang sedang
mendapatkan karunia Allah, jangan sekali-kali menggoda orang kecil, 
orang bawah, dengan berjalan membusungkan dada dan mempertontonkan 
kemewahan yang berlebihan. Marilah berpikir tentang dampak sosial yang
akan terjadi bila kita terus menjejali tontonan kemewahan, sementara 
yang melihatnya sedang membungkuk menahan lapar. Luqman berterima 
kasih kepada Allah yang telah memberikannya hikmah yang luar biasa. 
Luqman tidak mau menjadi bagian yang Allah sebut mati mata hatinya. 
Sekarang yang ada dipikirannya sekarang , entah mau dipercaya orang atau
tidak, ia akan mengabarkan kejadian yang dialaminya bersama bocah itu 
sekaligus menjelaskan hikmah kehadiran bocah tadi kepada semua orang 
yang dikenalnya, kepada sebanyak-banyaknya orang. Kejadian bersama 
bocah tadi begitu berharga bagi siapa saja yang menghendaki bercahayanya
hati. Pertemuan itu menjadi pertemuan yang terakhir. Sejak itu Luqman
tidak pernah lagi melihatnya, selama-lamanya. Luqman rindu 
kalimat-kalimat pedas dan tudingan-tudingan yang memang betul adanya. 
Luqman rindu akan kehadiran anak itu agar ada seseorang yang berani 
menunjuk hidungnya ketika ia salah.